Everything Happens For A Reason


Pagi yang cerah, seperti biasa setelah sholat shubuh aku berjalan-jalan ke kebun yang terletak di belakang rumahku. Selain kebun, juga terdapat kandang ayam, kandang kambing dan kandang sapi namun aku selalu menghindari untuk lewat kandang sapi karena aku sangat takut dengan sapi. Namun pagi itu aku mendapati ada seseorang yang sedang berusaha untuk membawa sapi-sapi itu pergi, dengan cepat aku berlari ke arah orang itu namun aku tidak berani mendekat karena takut dengan sapi, kemudian aku berteriak dari kejauhan, “hei, mau dibawa kemana sapi-sapi itu??” orang itu hanya menoleh namun tidak mengatakan sepatah kata pun. “kok diem aja? kamu maling sapi ya?? Awas ya tak laporkan bapakku lho!”
“bapak......bapak...........wonten maling sapi pak..........!!!!!” teriakku. Bapak segera keluar rumah dan bertanya, “ono opo toh nduk isuk-isuk wis gaduh, isin dirungokno tonggo iku lho!”
“niku, wonten maling sapi pak!” jawabku sambil menunjuk ke arah orang yang membawa sapi-sapiku.
“hahahahahahaha”
“lho? Kok malah ngguyu toh pak? Niku lho sapine bapak dibeto tiyang!”
“iku dudu maling nduk, iku pangon sapine bapak sing anyar, jenenge mas budi. Cepet ndang njaluk sepuro!”
“hehehe, nggih pak......!” akupun menghampiri pemuda itu dan mengulurkan tangan sambil berkata, “maaf ya mas, saya baru pertama kali melihat anda disini jadi belum tahu”
“iya, ndak apa-apa” jawabnya sambil menerima uluran tanganku.
Ada berbagai macam pertanyaan dalam benakku tentang pemuda itu, dia berwajah oriental namun berlogat jawa dan gaya bicaranya medhok, selain itu namanya budi dan dia jadi pangon sapi. Ini fenomena yang sangat aneh, apalagi di daerah sini jarang sekali ada warga keturunan.
Seperti biasa setelah sarapan aku segera berangkat sekolah, tak lupa berpamitan dengan ibu dan bapak. Aku senang karena jalan di  rumahku baru saja diaspal jadi sudah tidak ada lagi jalan kapur berbatu dan berdebu yang menyebalkan. Di perjalanan aku berbincang-bincang dengan mbak ratih, orang yang bertugas mengantar dan menjemputku saat sekolah. “pangone bapakmu sing anyar ganteng yo dek?” mbak ratih memulai pembicaraan
“hehehehe, tapi sepertinya dia bukan orang sini ya mbak? Disini kan nggak ada orang keturunan”
“kata ibukmu ya gitu dek, dia orang baru di kampung ini. Rumahnya di ujung gang sana, setelah pertigaan ini kita akan lewat rumahnya” kata mbak ratih. Setelah melewati pertigaan, tangan mbak ratih menunjuk sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu. Setahuku rumah itu sudah lama tidak ditempati oleh pemiliknya.
Setelah pulang sekolah, dek Danu mengajakku ke kebun kosong dekat sawah untuk bermain layang-layang. Adikku memang senang sekali bermain permainan tradisional yang hingga kini masih digemari oleh masyarakat di kampung ini. Ternyata di kebun sudah ada mas Bayu yang sedang membuat layang-layang. Layang-layang yang dibuat mas Bayu ukurannya cukup besar dengan perpaduan  warna merah dan kuning, layang-layang itu juga memiiki ekor  yang panjang. Dia tersenyum saat melihat kami berjalan ke arahnya. “layangannya kok gede banget mas??” tanyaku. “ini namanya layangan sowangan, kalau sudah terbang bisa berbunyi wang....wang.... gitu. Lha kamu kok ndak bawa layangan?”
“Belum buat mas, aku nemenin dek Danu aja”
“yah ndak seru masak udah nyampek sini Cuma jadi penonton? Ayo ikut main!”
“iya mbak, ayo ikut nerbangin layangannya” bujuk adikku
“ok, let’s play layangan!” jawabku mantap.
Setelah lelah, kami beristirahat di gubuk sambil menyantap sukun dan singkong goreng yang kami bawa dari rumah.
“eh dek, ibu kamu kayaknya masih muda ya?” tanya mas Bayu memulai pembicaraan.
“ibu emang masih muda mas, biasa orang dulu setelah lulus SD kalau ndak bisa nerusin sekolah kan langsung dinikahkan”
“oh gitu, terus yang tadi di dorong kursi roda sama ibu kamu itu siapa?”
“oh itu masku, namanya mas bambang.  Kakinya diamputasi setelah kecelakaan motor dua tahun yang lalu”
“lho kok bisa? Gimana ceritanya?”
“mas bambang tertabrak mobil sewaktu aku minta untuk nganterin bukuku yang tertinggal ke sekolah dan kecelakaan itu merenggut nyawa mbak Intan pacarnya mas bambang. Selain itu, mas bambang juga nggak bisa ikut SNMPTN karena harus dirawat di rumah sakit. Jadi sampai sekarang dia masih benci banget sama aku karena menganggap akulah penyebab dia jadi seperti sekarang ini. Bahkan setiap aku masuk ke kamarnya dia selalu mengusirku, udah berbagai macam hal aku lakukan agar dia mau maafin aku tapi nggak berhasil. Aku bisa ngerti kalau kecelakaan itu merenggut separuh hidupnya dan masa depannya, semua itu memang salahku. Andai saja waktu dapat diputar kembali, aku nggak akan minta mas bambang untuk nganterin bukuku.”
“kamu jangan terus-terusan menyalahkan diri sendiri, mungkin semua ini memang udah digariskan oleh Allah. Kamu yang sabar ya, semua ini pasti ada hikmahnya.”
“iya, makasih mas. Oh ya sejak kecelakaan kan mas Bambang dirumah terus, pasti dia kesepian karena nggak punya teman. Mas Bayu kan seumuran dengan mas, mas mau kan jadi temannya masku??”
“iya dek, semoga mas kamu juga mau berteman denganku”
Hari ini dek Danu akan disunat, rumahku menjadi sangat ramai karena banyak tetangga dan kerabat yang membantu persiapannya seperti memasak, memasang tarub, dan lain-lain. Kegiatan ini biasa disebut  plandang oleh masyarakat desaku, mereka bergotong-royong saling membantu setiap ada acara seperti pernikahan atau khitanan. Tradisi ini sudah berlangsung turun-temurun dan masih dilestarikan hingga sekarang sehingga tali silaturahmi antar warga dapat terjalin dengan baik. Selain itu, tradisi ini juga sangat meringankan pihak pemilik gawe karena mereka membantu dengan ikhlas, tanpa dibayar.
Aku membantu memasak rawon di dapur. Mas Bambang sangat suka makan rawon, sehingga aku berinisiatif untuk memberikan kepada mas bambang setelah rawon ini matang. Aku berharap semoga dia senang memakan masakanku.
“Tok.....tok......tok.......”
“masuk” terdengar suara mas Bambang.
“mau apa?? Cepat pergi!!”
“aku masakin rawon kesukaan mas, jangan lupa dimakan ya? Enak kok.....”
“nggak mau! Minggat kono, ojo ganggu aku maneh!”
“mas, sampai kapan nggak mau maafin aku?? Apa dengan hal itu semuanya bisa kembali seperti dulu?? Enggak mas, waktu terus berjalan! Kita nggak bisa memutar waktu kembali meskipun hanya sedetik!”
“adekmu benar, sampai kapan kamu mau terus-terusan menyia-nyiakan hidupmu dalam kamar ini? Lihatlah keluar, banyak hal yang bisa kamu lakukan” sambung mas Bayu.
“sopo koen? Gak usah nyampuri urusanku!”
“namanya mas Bayu, dia yang akan nemenin kamu mas. Biar kamu nggak sendirian lagi, nggak kesepian lagi....”
 “aku emang orang baru disini, aku emang belum kenal kamu tapi aku paling nggak betah melihat orang yang hanya terbaring manja diranjang meratapi nasib tanpa mau melakukan apapun untuk merubah keadaannya menjadi lebih baik. Apa dengan kehilangan kaki berarti hidupmu berakhir? Tidak! Sudah untung kamu hanya kehilangan kakimu, kamu masih punya tangan, mata, otak dan hati yang masih berfungsi. Dan Allah memberikan semua itu untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, cobalah untuk menerima kenyataan yang ada, kejadian itu bukan salahmu, bukan salah ayu dan juga bukan salah siapa-siapa. Hidup dan mati kita sudah ada yang mengatur, yang harus kita lakukan adalah berusaha menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Gunakanlah apa yang kau punya, jangan hanya menuntut apa yang kau tidak punya”
“aku nggak butuh kalian! Pergi!!!!! Jangan pernah datang kesini lagi!!! Bentak mas Bambang. Kami segera keluar dari ruangan itu sebelum kemarahan masku bertambah parah.
Malam ini akan ada pementasan wayang kulit di rumahku, bapak memang sangat suka dengan wayang jadi saat khitanan adikku bapak menggelar pementasan wayang. Halaman rumah kami menjadi sangat ramai oleh pedagang makanan dan masyarakat yang ingin menonton karena wayang masih menjadi tontonan yang menarik di desa kami. Aku, ibu dan mbak ratih pun ikut serta.
“bu, mas Bambang mboten ningali wayang??”
“bocahe ora gelem nduk, ibu wis pegel ngadepi masmu kuwi. Keras kepala!”
“mas kesepian bu, mboten gadhah rencang, mboten gadhah pacar”
“piye maneh nduk, masmu yo ora gelem dikancani. Ape digolekno pacar yo sopo sing gelem?”
Aku hanya dapat menghela nafas, ibu benar. Dengan keadaan mas yang seperti sekarang ini, susah untuk mencari perempuan yang mau dengan mas. Berbeda dengan dulu, sejak kelas enam SD mas tidak pernah absen untuk urusan pacar. Maklum saja, mas adalah atlet bulu tangkis putra dan pernah dibawa sampai ke propinsi. Dalam akademik, mas juga pintar sehingga bisa diterima di SMP dan SMA favorit di kota ini. Dan kegiatan yang sudah dua tahun tidak aku dapati dari mas adalah melukis, dulu mas sangat suka melukis. Lukisannya pun sangat bagus sehingga dipajang di ruang tamu rumahku.
Aku bangun kesiangan, bagaimana ini? Sekolahku terletak 10km dari rumah. Aku segera bergegas dan meminta mbak ratih untuk mengantarku.
“mbak, ayolah mbak cepetan...... ngebut gitu lho, ayu udah hampir telat nih!”
“mboten pareng dek, mengken diseneni bapak lho!”
Beneran, aku telat! Hari ini ada upacara lagi, pasti hukumannya aku akan dipajang di depan menghadap ke timur dan dipamerkan sebagai contoh siswa telatan. Rasanya memalukan, tapi nggak apa-apalah latihan mental. Hehehe
Sepulang sekolah aku makan siang di teras belakang rumah, disana juga ada mas bayu.
“sampun maem mas?”
“pun dek, sampeyan baru pulang sekolah ya? Tapi kok kelihatannya sedih begitu? Kenapa?”
“tadi habis dihukum mas, gara-gara telat soalnya bangun kesiangan dan mbak Ratih nggak mau diajak ngebut”
“kenapa nggak bawa sepeda sendiri dek biar nggak merepotkan?”
“pengennya sih gitu tapi sama bapak nggak boleh bawa motor, takut kejadian yang menimpa mas Bambang terulang lagi”
“oh gitu, adek Sekolah dimana?”
“SMAN 8 mas, lha mas taksih sekolah?”
“kuliah dek, tapi ambil malam soale kalau siang kerja”
“oh..... kalau boleh tahu cita-cita mas pengen jadi apa?”
“guru dek, biar ilmu yang mas dapat bisa bermanfaat untuk orang lain dan dapat mencerdaskan generasi penulis bangsa. Lha adek sendiri?”
“dokter, biar aku bisa membantu menyembuhkan penyakit dan meringankan penderitaan banyak orang. Oh ya mas, mas kan wajahnya oriental mirip artis-artis korea itu lho, kayak super junior, a.n.jell, shinee, dll. Kenapa pengen jadi guru? Nggak jadi artis aja?? hehehe”
“mas pengen hidup mas itu bermanfaat buat orang lain, apa gunanya kita hidup kalau hanya menyusahkan orang lain dan tidak memberikan manfaat sama sekali? Jangan tanya apa yang dunia berikan padamu, namun tanya apa yang sudah kamu berikan untuk dunia. Jadi meskipun mas ini hidupnya belum berkecukupan dan serba kekurangan, mas masih bersyukur karena mas bisa bekerja dan membiayai kuliahku sendiri. Apalagi sekarang ibuku sedang sakit jadi tidak bisa bekerja.”
“Oh ya kalau boleh tahu, mas itu orang keturunan ya? Kok wajahnya tidak seperti orang jawa?”
“ibuku orang jawa dek, tapi ayahku orang Hongkong”
“wow keren......... apa mas pernah ke hongkong juga?”
“aku bahkan tidak pernah melihat rupa ayahku”
“lho kok bisa?”
“ibuku dulu menjadi TKW di Hongkong. Sudah cukup kan dek wawancaranya?”
“maaf ya, aku nggak tahu sebelumnya”
Siang ini, sepulang sekolah ibu mengajakku untuk mengirim makan siang untuk bapak dan para pekerjanya di sawah. Tanpa terduga, mas Bambang sudah ada di halaman belakang bersama mas Bayu yang mendorong kursi rodanya. Mereka berdua tampak akrab berbincang-bincang kemudian tersenyum padaku. Ini seperti mimpi, kenapa mas Bambang tidak mengusirku? Bahkan dia sudah mampu tersenyum padaku. Apakah dia sudah memaafkanku? Aku menghampiri mereka kemudian menyalami tangan masku sebagai ucapan terimakasih karena dia sudah memaafkanku. Rupanya kata-kata mas Bayu dapat menyadarkan masku untuk memaafkanku dan memulai kehidupan seperti sedia kala. Mas Bambang sekarang sudah dapat melukis lagi, bermain catur, bahkan badannya yang semula kurus kering, kini tampak sudah agak berisi.
Saat sore, mas bayu mengajakku untuk mengambil sapi-sapi di ladang. Sepertinya mereka sudah kenyang memakan rumput-rumput itu.
“mas Bayu, terimakasih ya sudah membuat mas Bambang mau maafin aku?”
“iya, sama-sama dek. Oh ya kalau boleh tau kenapa kamu takut sama sapi? Padahal bapak kamu kan ternak sapi?”
“sewaktu masih TK, aku pernah dikejar pedhet (anak sapi) sampai jatuh dan harus dibawa kerumah sakit karena lukanya agak parah mas”
“itu kan waktu TK, sekarang kamu udah SMA jadi nggak boleh takut lagi. Mau naik sapi nggak??”
“nggak ah, ntar jatuh”
“tuh kan belum apa-apa udah nggak mau nyoba! Coba dulu tha....”
“tapi kalau aku jatuh terus di injek sapi, nanti batu nisanku harus warna pink ya??”
“beres deh!”
Lalu mas Bayu membantuku untuk menaiki salah satu sapi yang paling besar, ternyata sapinya tidak mengamuk bahkan sekarang aku merasa seperti koboi sapi dari Texas. Hehehe. Pemandangan dari atas sapi ternyata lebih bagus dan untuk koboi pemula sepertiku, naik sapi lebih aman dari naik kuda karena sapi badannya lebih besar dan geraknya lebih sedikit.
Dari kejauhan tampak bapak, ibu, mas Bambang dan dek Danu sedang duduk di halaman belakang. Aku segera menghampiri mereka yang sepertinya sedang bahagia.
“nduk, bapak nduwe rejeki” ucap bapak sambil mengulurkan tangannya padaku dan memberikan sesuatu.
“niki kontak sepeda motor nggih pak?? Kula sampun pareng mbeto sepeda motor??”
“iyo nduk, tapi ati-ati yo.....”
“nggih pak.......nggih........matur suwun pak..........!!” ucapku sambil mencium tangan kedua orangtuaku. Rasanya seperti mimpi, aku senang sekali akhirnya semua permasalahan-permasalahan ini dapat terselesaikan dengan baik. Semua memang terjadi untuk sebuah alasan, seperti kata mas Bayu, yang membuat kita dewasa bukanlah jika kita tidak pernah punya masalah, namun kesanggupan kita untuk mengatasi dan menyelesaikan semua masalah yang datang .

No one can go back and make a brand new start, but anyone can start from now and make a brand new ending.

Telah Diterbitkan di : PROSPEK majalah anak SMADA

Comments

Popular Posts