Agnes Davonar, Novelis
Kanker Sebagai Cobaan dan Kesuksesan
Sempat bersembunyi di balik nama Agnes Davonar, sosok penulis novel best seller
ini pun lantas muncul di depan para penggemarnya. Banyak orang
menyangka bahwa Agnes Davonar adalah nama dari satu orang penulis, tapi
ternyata merupakan gabungan dua orang kakak beradik yang menyatukan ide
dalam tulisan. Hingga saat ini, novel bertajuk ‘Surat Kecil Untuk Tuhan’
telah mampu menarik perhatian para pencinta novel tak hanya dalam
negeri saja, tapi juga di luar negeri. Lalu bagaimana kisah kakak
beradik yang semasa kecilnya hidup dalam keterbatasan ini?
Tuhan…
Andai aku bisa kembali…
Aku tidak ingin ada tangisan di dunia ini…
Tuhan…
Andai aku bisa kembali…
Aku tidak ingin ada hal yang sama terjadi padaku terjadi pada siapapun…
Tuhan…
Bolehkah aku menulis surat kecil untukMu Tuhan…
(diambil dari Surat Kecil Untuk Tuhan, karya Agnes Davonar)
Tulisan
yang diambil dari novel keduanya tersebut sempat membuat para
pembacanya terhanyut dalam kesedihan. Novel yang diangkat dari sebuah
kisah nyata anak yang terkena kanker itu kemudian laris di pasaran bak
kacang goreng. Nama Agnes Davonar sebagai penulisnya lantas mulai
dikenal orang sebagai novelis yang cukup diperhitungkan. Ternyata
perjalanan hidup sang penulis tak jauh berbeda dengan kisah sedih yang
ditulisnya itu. Tak jarang pula, pertolongan Tuhan muncul di sepanjang
hidup yang mereka jalani.
Kakak Beradik. Ditemui
di salah satu kafe di sebuah mal di Jakarta Barat beberapa waktu lalu,
kedua kakak beradik yang mengusung nama Agnes Davonar nampak sumringah
saat bertemu dengan Realita.
Agnes
Davonar merupakan gabungan nama antara kakak beradik yang lahir dari
sebuah keluarga dengan kondisi berkecukupan pada awalnya. Sang kakak,
Agnes Li terlahir pada 7 Oktober 1986. Sedangkan adiknya, Teddy Li lahir
pada 8 Oktober 1989. Keduanya merupakan anak dari pasangan mendiang Ng
Bui Cui dan Bong Nien Chin (56). Sang ayah berprofesi sebagai seniman
pembuat tulisan kaligrafi Cina. Sedangkan ibunya kerap membantu
penghasilan keluarga dengan membuat berbagai macam kue penganan kecil.
Ng
Bui Cui sebenarnya berasal dari Taiwan dan hijrah ke Indonesia pada
tahun 1980-an. Di Kalimantan, tepatnya di daerah Singkawang, ia bertemu
dengan wanita yang kemudian dinikahinya. Lahirlah anak sulung, Angel Li
pada tahun 1984. Dua tahun kemudian, Agnes pun lahir ke dunia di
Pontianak. Saat Agnes duduk di bangku kelas 1 SD, keluarganya memutuskan
untuk pindah ke Jakarta dan memulai kehidupan
baru sambil sang ayah kembali menjual tulisan kaligrafi Cina buatannya.
Barulah pada tahun 1989, Teddy Li lahir di Jakarta. Awalnya, kehidupan
keluarga disokong oleh pekerjaan sang ayah menjual kaligrafi Cina.
Agnes
sendiri mengenyam pendidikan SD hingga SMA di Pelita, Jakarta Barat.
Setelah lulus SMA, Agnes kemudian memutuskan untuk melanjutkan kuliah di
Universitas Bina Nusantara, Jurusan Sastra Mandarin. Sedangkan Teddy
yang usianya lebih muda tiga tahun, menempuh pendidikan di SD Pelita.
Selepas menamatkan pendidikan SD-nya, Teddy melanjutkan ke SMP dan SMA
Bhinneka, Jakarta.
Kanker Merenggut Ayahnya. Kondisi
keuangan keluarga yang awalnya tercukupi dengan penghasilan sang ayah,
lantas berubah drastis. “Ayah kita sebenarnya sudah mulai
sakit-sakitan,” aku Teddy, sang adik. Namun, sang ayah sendiri tak
pernah menunjukkan tubuhnya yang sakit kepada keluarganya. Hingga
akhirnya tahun 2002, sang ayah divonis menderita penyakit kanker
paru-paru yang sudah kronis.
Seiring
berjalannya waktu, kondisi tubuh Ng Bui Cui tak mengalami perbaikan.
Sebaliknya, ia justru semakin tak berdaya melawan penyakit kanker yang
terus menggerogoti tubuhnya. Namun, pihak keluarga justru tak menyangka
sebelumnya lantaran sang ayah yang selalu memperlihatkan tubuhnya
seakan-akan masih sehat. Mereka justru yakin kondisi tubuh ayahnya akan
mencapai kesembuhan. Kenyataan justru berkata lain, selang tiga bulan
setelah divonis, nyawa sang ayah akhirnya menyerah terhadap penyakitnya
yang semakin mengganas.
Selain
menyisakan kepedihan yang teramat dalam, kepergian sang ayah juga cukup
menggoyahkan keuangan keluarga. Sang tulang punggung keluarga tak lagi
ada di sisi mereka. Istri yang sekaligus ibu dari Agnes dan Teddy pun
memutar otaknya untuk menghidupi ketiga anaknya. Keahlian membuat
tulisan kaligrafi Cina tak menurun kepada ketiga anaknya. Sehingga,
ketiga anaknya tersebut tak mampu melanjutkan bisnis mendiang sang ayah.
Menjajakan Kue. Alhasil,
ibunya lantas berusaha menghidupi ketiga anaknya dengan menjajakan kue
penganan kecil buatannya. “Dulu, pagi-pagi sebelum berangkat ke sekolah,
kita sudah terbiasa mengantarkan kue,” kenang Agnes. Kebiasaan itu
terpaksa dijalani agar mereka dapat hidup sepeninggal sang ayah. Kondisi
keuangan yang semakin goyah ternyata harus berakibat buruk pada
pendidikan Agnes. “Saya berhenti kuliah ketika semester 2,” aku Agnes.
Ketiadaan biaya untuk membayar kuliah yang cukup mahal menjadi alasan
utama Agnes keluar dari kuliahnya.
Berhenti
kuliah memang membuat Agnes tak kuasa menahan rasa sedihnya. Namun, tak
ada lagi sisa uang yang dapat dipergunakan untuk membayar kuliah di
Universitas Bina Nusantara. Demi berputarnya roda kehidupan keluarga,
lambat laun Agnes mampu menerima kenyataan tersebut. Ketiga kakak
beradik, Angel, Agnes dan Teddy lantas bertekad untuk mencari
penghasilan demi membantu kehidupan keluarga. Begitu pula yang dilakukan
oleh ibu mereka dengan memutuskan menjadi seorang Tenaga Kerja Wanita
(TKW) di Taiwan. Merasa kebutuhan keluarga tak tercukupi dengan hanya
menjual penganan kecil, sang ibu akhirnya merelakan tak bertemu dengan
ketiga anaknya untuk bekerja di negeri seberang. Di Taiwan, sang ibu
bekerja sebagai seorang perawat dari seorang kakek renta. Penghasilannya
dapat mencukupi kehidupan ketiga anaknya yang ditinggal di Jakarta.
Sejak akhir tahun 2002 hingga 2005, sang ibu merantau di Taiwan.
Setiap bulan, sang ibu selalu mengirimkan hasil kerja payahnya di Taiwan. Di Jakarta sendiri,
Agnes yang sudah putus kuliah lantas berusaha mencari pekerjaan. Teddy
yang masih duduk di bangku SMA pun melakukan hal yang sama. Meski,
keahlian menulis petuah dalam kaligrafi Cina tak dimiliki Agnes dan
Teddy, kepiawaian seni menulis ternyata telah menjadi bakat terpendam
kedua kakak beradik ini. Terlebih lagi, selepas sang ayah meninggal.
“Meninggalnya ayah menjadi inspirasi tersendiri bagi kita untuk
menulis,” ungkap Teddy yang diiyakan Agnes.
Awalnya,
Agnes dan Teddy menulis novel dan berusaha menawarkan ke berbagai
penerbit agar mendapatkan penghasilan tambahan guna membantu penghidupan
keluarga. Tapi, dari sekian kali menawarkan hasil tulisan, seluruhnya
ditolak oleh pihak penerbit. Kegagalan demi kegagalan selalu menjadi
ujung yang mengecewakan bagi keduanya. “Ternyata menulis untuk
mendapatkan uang itu adalah kesalahan terbesar kita,” ungkap Teddy.
Mereka pun mulai mengubah tujuannya menulis. Pertengahan tahun 2007,
Agnes dan Teddy mulai menulis di internet melalui blog Friendster yang
mereka buat sendiri.
Tulisan
novel atau cerita yang dimasukkan ke dalam blog, diakui Teddy merupakan
hasil pengalaman kehidupan pribadi dan orang lain. Dengan bahasa yang
mudah dimengerti oleh banyak orang, puluhan cerita diposting ke blog.
Seiring makin banyaknya tulisan yang mereka masukkan ke dalam blog,
semakin banyak pula orang yang membaca hasil tulisan keduanya. “Dalam waktu 6 bulan, kita sudah menghasilkan 12 cerpen dan 1 novel online,”
aku Teddy. Sejak awal, Agnes dan Teddy sepakat untuk mengusung nama
Agnes Davonar sebagai nama gabungan keduanya. Titik ledak ketenaran
Agnes Davonar terjadi saat menelurkan novel online
kontroversial yang menceritakan kisah sebuah lagu yang dibuat oleh
sosok gadis bernama Geby yang bunuh diri karena patah hati. “Itu novel
kita yang paling fenomenal,” ujar Agnes.
Kanker Menjadi Best Seller. Nama
Agnes tentunya diambil dari nama Agnes sendiri. Sedangkan Davonar
sebagai identitas nama bagi Teddy diambil dari nama seseorang yang
pernah memiliki kedekatan dengan kedua kakak beradik ini. Bahkan blog
Friendster milik Agnes Davonar mampu menyabet peringkat pertama yang
paling banyak
dikunjungi orang dari sebuah web top100.com. Cerita yang menarik dengan
gaya penulisan khas anak muda sudah menjadi ciri khas karya Agnes
Davonar. Nama Agnes Davonar menjadi bahan perbincangan di forum-forum
dunia maya. Ketenaran lantas mulai diraihnya setelah menerbitkan novel
keduanya bertajuk ‘Surat Kecil Untuk Tuhan’ pada pertengahan tahun 2008.
Novel yang diangkat dari kisah nyata seorang anak bernama Keke yang
telah meninggal akibat penyakit kanker tersebut telah menjadi best seller tak hanya di dalam negeri saja. Di Taiwan, novel itu laris di pasaran.
Awalnya kisah Surat Kecil Untuk Tuhan
ditulis di dalam blog Agnes Davonar. Banyak pembaca blognya yang memuji
cerita tersebut. Alhasil, cerita itu dibuat dalam bentuk buku. Seperti
halnya di blog yang mengundang banyak pembaca, novelnya pun laris di
pasaran. Terlebih lagi, setelah tampil di sebuah acara talkshow
di salah satu televisi swasta. Saat menulis novel perdananya tersebut,
Agnes dan Teddy tak jarang menitikkan air mata karena kesedihan yang
sangat tergambar jelas dari kisah nyata itu. Apalagi, kanker juga pernah
merenggut sang ayah, yang sangat mereka cintai.
Bagi
Agnes dan Teddy, inspirasi yang datang dari meninggalnya sang ayah
karena kanker telah menjadi inspirasi dan motivasi yang sangat besar
pengaruhnya terhadap kesuksesan yang mulai diraihnya saat ini. Tak hanya
itu saja, perjalanan hidup yang sempat menghantarkan Agnes dan Teddy
dalam sebuah kondisi yang kekurangan dan kemudian diubah menjadi
kehidupan yang sangat mencukupi, merupakan sebuah mukjizat dari Tuhan.
Mereka tak pernah membayangkan hanya dalam waktu tak lebih dari dua
tahun dapat mengeluarkan dua novel yang sukses dalam hal tingkat
penjualan.
Seandainya,
sang ayah masih ada dan melihat hasil karya kedua anaknya, Agnes dan
Teddy akan sangat bahagia karena telah membanggakan ayahnya. Namun,
keduanya patut bersyukur dengan apa yang didapat dengan cara
menghasilkan karya yang berkualitas bagi masyarakat. “Tahun ini, kita
akan meluncurkan tiga buku lagi,” ujar Teddy. “Kita juga berencana akan
membuat skenario film,” ungkap Agnes menambahkan.
Comments
Email kamu mbak
Atau mbak boleh email
Saya.ke
Agnesdavonar@gmail.com
Ada revisi di biodata blog anda ttg saya
Thks ya
Baik mbak Agnes, saya akan segera mengirimkan email kepada Anda.
Terima kasih banyak atas kunjungannya :)