LANGIT ABU-ABU



Senin, 9 April 2018
Pukul 13:52, hari yang singkat di kampus. Akhirnya aku bisa menemui dosen pembimbing, setelah sekian lama ‘hikikomori’. Sebenarnya hari ini aku sudah agak ‘stabil’, setelah hari yang terasa Panjang kemarin. Sebenarnya aku tidak ingin menulis hal ini di blog. Tapi aku tidak tahu harus bercerita ke siapa lagi. Tidak ada tempat berbagi, selain benda mati. Yeah, I am a lonely wolf. Terbiasa berburu sendirian. Tak biasa untuk mempercayai serigala lain. You know lah, serigala adalah makhluk yang licik. Mereka bisa menghianatimu hanya untuk mencapai tujuannya sendiri. Ya, tentang kepercayaan. Aku tidak yakin bisa percaya dan benar-benar dekat dengan orang lain, yang biasanya disebut sahabat. Masalah yang kemarin juga begitu, sebenarnya akar permasalahannya sudah lama. I mean, aku udah bertahun-tahun berteman sama orang ini, jadi aku tahu sifat-sifatnya.

Sebut saja Namanya Koala. Mungkin awal berteman karena merasa nyambung saat ngobrol, orangnya enak diajak diskusi, dan sama-sama introvert. Mungkin juga karena punya kegemaran yang sama yaitu membaca buku. Jadi pernah pinjam-meminjamkan buku. Aku lupa sejak semester berapa, 4? 5? 6?. Dulu pas masih kuliah sih ngerasanya biasa aja, sama kayak teman-teman yang lain. Mulai kelihatan sifat aslinya memang baru beberapa bulan belakangan. Sebenernya sih orangnya baik, ramah, rajin beribadah, pintar. Ya meskipun ada sifatnya yang parah yaitu ceroboh. Selalu menghilangkan barang milik sendiri maupun milik orang lain. Buku-buku milikku yang aku pinjamkan ke dia pun dihilangkan. Selain itu dia juga tidak pandai merawat diri. I mean, sering tidak mandi dan sejenisnya, terkadang mengganggu indera penciuman orang sekitar sih.

Tapi aku sih santai saja, I mean masih bisa ditoleransi. Ya kalo buku ku dihilangkan kan bisa beli lagi. Tidak perlu dipermasalahkan. Tapi yang aku kurang suka adalah hal-hal yang seperti pepatah “Lading tajam sebelah” yang artinya selalu mau menerima pemberian orang, tetapi enggan untuk memberi. Aku tidak tahu, apakah dia seperti itu karena alasan “Ibarat ayam, tiada mengais tiada makan”. Aku juga nggak terlalu perhitungan sama teman. Kalau memang temanku butuh bantuan, dan meminta secara langsung, bukan di grup chat isi 200 orang, ya sebisanya aku bantu. Karena kita manusia kan makhluk social, ada saatnya butuh orang lain. Misalnya saat pengolahan data, aku juga banyak dibantu oleh temanku yang bernama Ian, karena aku nggak ngerti tentang SAS sama sekali. Saat penelitian di lahan, beberapa kali aku juga dibantu oleh Monang saat pengamatan, karena aku sedang diluar kota.

Sama dengan yang aku lakukan ke temanku, si Koala. Sebenernya bantuan bukan hanya dalam bentuk materi, tapi juga skill, waktu, pinjaman barang, atau bahkan hanya bentuk simpati. Aku tidak meminta untuk dibalas. Aku juga tidak meminta atau memperhitungkan apa yang telah kuberikan. Yang bikin kecewa adalah dia selalu bilang “Kalau ada yang bisa dibantu, bilang aja ya”. Tapi setiap aku butuh bantuan dan bertanya apakah dia bisa bantu, dia entah hilang kemana. Beberapa kali sudah bilang “Ya”, dan aku menunggu di tempat dan waktu yang dijanjikan. Lalu apa yang terjadi? Dia tidak datang. Beberapa jam kemudian baru konfirmasi kalau lupa, ketiduran, tidak punya ongkos, tidak bisa datang karena alasan lain. Padahal aku udah nunggu lama. Itu terjadi beberapa bulan lalu saat aku minta diajarin ngolah data. Sampai akhirnya tidak pernah terlaksana, dan aku pulang 2 bulan ke kampung halaman tanpa tahu bagaimana cara mengolah data.

Sama halnya dengan kemarin, aku benar-benar sedang frustasi dengan beberapa permasalahan yang menimpa. Jadi aku pikir, ada baiknya untuk refresing sejenak. Aku ajaklah si koala untuk refreshing, hari sabtu sudah mengiyakan, tapi tiba-tiba bilang tidak bisa, dan mengganti dengan hari minggu. Aku tidak masalah, jadi sudah prepare buat searching tempat refreshing terbaik, lokasinya, dan bertanya ke teman-temanku yang orang jabodetabek.

Awalnya memang infonya ada diskon untuk pelajar jika bawa KTM, lalu aku tanyakan lagi ke temanku si pemberi info, ternyata benar. Tapi di cabang kota lain -_-. Lalu aku tanya harga normal, tidak mahal ternyata, tapi memang tidak semurah harga diskon khusus pelajar. Setelah itu aku tanyakan ke si Koala, ternyata dia tidak mau. Alasannya kemahalan. Padahal bayarnya pun iuran, transport aku yang nanggung. I think alasan ini kurang realistis sih. Yasudahlah. Memang dari dulu orangnya suka membatalkan rencana.

Ya aku tidak tahu ya apakah menurut Koala, kegiatan refreshing itu tidak penting. Sebenarnya aku bisa aja sih bayarin dia, tapi aku juga pengen liat apakah dia benar-benar menganggapku teman. Soalnya di Thailand, aku punya teman orang Prancis, Namanya Rahim. Kita terbiasa pergi makan, jalan-jalan, berwisata bersama, tapi selalu bayar sendiri-sendiri. That’s why dia sering ngajak aku karena aku tidak “matre”. Lalu, Rahim pun bercerita bahwa di Thailand dia juga punya teman yang mau diajak jalan-jalan, makan, dll asalkan Rahim yang bayar. Mungkin menurut mereka, orang Eropa punya banyak uang kali ya. Tapi meskipun benar, tidak seharusnya kita memanfaatkan dengan minta dibayarin atas makanan yang kita makan sendiri. Jadi ya kesimpulannya, belum bisa dianggap teman yang sesungguhnya kalau masih punya sifat mau minta enaknya sendiri.

Jika koala baca ini mungkin akan berpikir “Yah Elu mah enak punya duit sendiri”. Ya duit juga nggak akan jatuh dari langit kali, tapi dicari. Aku punya pegangan uang sendiri ya karena aku kerja, meskipun part-time. Mungkin dia yang nggak bisa naik motor, nggak tahu jika pertalite-pertamax itu beli, bayar, dan harganya naik terus. Mungkin dia yang nggak punya kosan, juga nggak tahu kalau ngekos itu bayar, kalau listrik dan air juga bayar. Ya kita sudah dewasa, sudah bukan saatnya lagi buat minta traktiran, minta dibayarin, minta dibeliin, meskipun ke keluarga sendiri sekalipun. Meskipun kadang bukan minta secara langsung, tapi ngode, atau bersikap seolah-olah harus dibantu.

Sekaya apapun orang itu, nggak ada yang suka jadi ‘sugar-daddy’ atau ‘sugar-mommy’. Mungkin awalnya mereka memberi karena kasihan, ingin menolong, merasa sebagai teman, atau memang lagi ada yang dipakai buat bantu. Tapi ya nggak bisa keterusan, apalagi dimanfaatkan. Atau, seleksi alam yang akan menghapusmu dari dunia. Dari kecil aku selalu diajarkan oleh orang tua agar jangan suka meminta-minta atau berhutang. Jangan deketin orang yang suka ngutang, kalau bisa jangan mau diutangain. Dan jangan pernah beli barang secara kredit. Untuk yang pertama aku bisa, aku hampir tidak pernah berhutang. Kecuali nominal kecil misalnya uang parkir, saat aku tidak bawa recehan. Tapi itupun juga langsung kuganti.
Nah yang kedua, aku gagal. Tahun lalu ada teman lama yang mendekati aku, ternyata mau berhutang. Awalnya ya aku tidak curiga, karena ingin membantu, dan karena memang sedang ada uang, ya aku bantu. Tapi tenyata dia datang lagi dan lagi, sampai tanpa sadar nominalnya sudah jutaan. Hal ini membuatku terpaksa menutup salah satu rekening karena jika saldo sudah dibawah satu juta, maka kena denda 10.000 per bulan. Disini aku belajar untuk tidak terlalu percaya, dan jangan menghutangkan uang dalam jumlah banyak. Karena apa? Saat tabunganku sudah habis, dan aku tidak punya uang buat diutangin, dia pun pergi. Tak pernah menghubungiku, tak ada kabarnya sampai sekarang.

Aturan ketiga, jangan pernah beli barang secara kredit. Aku pun sudah melanggarnya. Saat itu aku punya tabungan yang cukup untuk biaya test official IELTS sekaligus bimbel persiapan IELTS. Tapi saat itu juga cita-citaku sedang runtuh, karena beberapa kejadian yang tak memungkinkan aku lanjut S2 dalam waktu dekat. Lalu setelah memalui diskusi dengan beberapa orang, investasi yang relatif aman dan menguntungkan dalam jangka Panjang adalah tanah dan emas. Tentu saja uangku belum cukup untuk beli tanah. Akhirnya aku memilih opsi yang kedua. Tapi aku tipe orang yang tidak terlalu suka memakai perhiasan, maka pilihannya jatuh kedalam bentuk yang batangan. Saat itu pertimbanganku, jika ditaruh kosan belum tentu aman, tapi jika dititip di bank atau pegadaian juga bayar. Terus, aku tidak yakin apakah aku benar-benar tidak membutuhkan uang di rekening itu dalam waktu dekat. Takut ada keperluan mendadak, seperti naudzubilah masuk rumah sakit. Akhirnya dengan berat hati, aku memilih untuk membelinya dengan kredit. Sekarang aku menyesal karena, oh God bunganya 10% lho, itu tinggi banget. Aku bisa beli hape baru Cuma pakai bunganya doang. Dan masalahnya adalah kredit nggak ada yang lebih singkat dari satu tahun. Ya penyesalan datangnya di akhir, aku berjanji tidak akan membeli barang dengan kredit lagi :(

Disini aku hanya ingin mengambil pelajaran untuk berhati-hati memilih teman. Kemarin malam si gendut juga telfon, dan mengingatkan agar tidak terlalu baik sama teman. Yang pertama, agar tidak dimanfaatkan. Apalagi aku gampang dibohongi, gampang iba, gampang merasa kasihan, nonton film atau iklan Thailand aja nangis. Yang kedua, agar tidak menimbulkan rasa baper jika orang yang aku perlakukan dengan baik adalah lawan jenis. Mungkin maksudku hanya ingin membantu sebagai teman, tapi orang yang dibantu bisa ke-GeEr-an menganggapku menyukainya. Contohnya adalah kakak kelasku, kak Khadijah yang memang selalu baik ke semua orang di dunia. Banyak yang baper, salah satunya ketika kak dijah meminta temannya untuk tidak merokok, dengan memberinya permen. Terus si perokok ini baper karena merasa diperhatikan, namun sisi positifnya dia berhenti merokok. Padahal mungkin maksudnya kak dijah ingin menegur baik-baik agar dia tidak tersinggung. Bisa jadi pas dia merokok banyak teman-temannya yang terganggu, tapi tidak berani menegur langsung, dan meminta kak dijah buat menegur.

Selain itu, sebagai manusia aku juga tidak suka diperlakukan seperti permen karet, Habis manis sepah dibuang. Hanya didekati pada saat ada perlunya saja, setelah itu ditinggalkan. Mungkin jika diibaratkan dengan lagu seperti Langit Abu-Abu dari Tulus. Atau Kekasih Bayangan dari Cakra Khan. Tapi disini konteksnya hubungan pertemanan.

Sebenarnya sewaktu aku nunggu dosen di kampus, teman se-lab-ku ngechat, untuk memastikan aku membalas chatnya. Aku tahu dia disuruh koala, karena si koala ada di labku. Waktu di depan ruangan dosen juga sempat ditemui oleh koala yang meminta maaf dan menjelaskan. Ya aku sudah memaafkan, tapi aku juga sudah belajar dari beberapa kejadian. Jika alasan lain selain uang adalah nggak enak perginya nggak rame-rame, ya tinggal ajak aja teman yang banyak. Anak-anak angkatan 50 yang masih di IPB juga banyak. Tapi yasudahlah. Ibarat pepatah Hendak meluruskan ekor anjing. Sangat susah untuk bisa mengubah tingkah laku yang sudah menjadi tabiat.

Ya tapi selain itu entah mengapa rasanya harga diriku sedikit “diinjak-injak”. Aku tidak tahu, apa mungkin karena jarang mendapat penolakan. Ya mungkin juga karena jarang aku yang mengajak temanku untuk jalan-jalan. Biasanya mereka yang mengajakku. Atau mungkin alasan penolakannya yang kurang masuk akal, jadi aku merasa hanya “dibohongi”, untuk menutupi alasan sebenarnya bahwa aku bukanlah teman yang penting.

Ada kalanya, kau menganggap temanmu itu penting, tapi kau tidak lebih dari batu kerikil di mata nya.”

Comments

Popular Posts